Tingkatkan Imunmu Selama Berpuasa untuk Mencegah Penularan TBC
Selamat berpuasa Sobat STPI! Semoga puasa tahun ini bisa berjalan lancar dan tetap semangat walaupun masih ada dari teman-teman yang sedang menjalani pengobatan Tuberkulosis (TBC). Berhubung kita berada di bulan yang suci, semoga aktivitas yang kita lakukan akan semakin berkah dan bermanfaat untuk orang di sekitar. Tentu saja saat beraktivitas tidak boleh lengah dalam menjaga diri dan keluarga dari TBC ya, apalagi saat berpuasa tubuh kita terasa lebih lemas karena asupan makanan berkurang. Lalu, gimana sih cara mencegah TBC disaat puasa? Yuk kita lihat.
Sebelum membahas pencegahannya, perlu Sobat STPI ketahui dulu penularan TBC itu bagaimana dan seperti apa. Jadi, TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB) yang bisa menular lewat udara dari percikan dahak atau droplet yang keluar dari orang yang positif TBC. Disaat droplet tersebut berada di udara, kemudian udara tersebut terhirup oleh orang yang sehat maka bakteri akan masuk ke dalam tubuhnya. Apabila imunitas tubuh orang tersebut lemah maka bakteri akan berkembang dan menginfeksi tubuhnya sehingga dapat positif TBC, namun apabila imunitas lebih kuat maka akan tetap sehat.
Karakteristik bakteri MTB sendiri tidak tahan sinar matahari, sehingga Ia bisa mati apabila berada di udara dan terkena sinar matahari langsung. Selain itu, MTB juga bisa mati selama 5-10 menit dalam suhu 100 derajat celcius serta dapat mati dengan cairan alkohol 70%-95% hanya dalam waktu 15-30 detik. Namun, MTB sangat senang berada di tempat yang lembab, tidak ada ventilasi udara, gelap dan padat penduduk. Ia bisa bertahan di tempat tersebut dalam jangka waktu 1-2 jam, bahkan berbulan-bulan (Masriadi, 2017).
Gejala orang yang terinfeksi TBC bervariasi, namun ada gejala utama yang sering dialami pasien TBC. Ada yang mengalami batuk lebih dari 2 minggu, berkeringat di malam hari tanpa aktivitas fisik, mengalami penurunan berat badan secara drastis dan demam. Bahkan ada beberapa kasus yang mengalami batuk berdarah dan panas dingin yang tak kunjung sembuh. Apabila Sobat STPI mengalami keluhan tersebut, sebaiknya periksakan diri ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Biasanya kalau suspek TBC akan diminta cek dahak atau rontgen paru. Namun, apabila tidak bergejala namun pernah berkontak erat dengan pasien TBC akan disarankan melakukan tes mantoux (tuberkulin) atau tes darah (IGRA).
Di bulan puasa ini asupan makanan akan berkurang, sehingga cairan tubuh akan menurun dan kemungkinan sistem imun akan terganggu. Hal tersebut bisa saja membuat kita jadi lebih mudah lelah dan mudah terserang penyakit, khususnya TBC karena Indonesia termasuk negara yang endemis TBC. Indonesia berada pada posisi ke-2 kasus TBC terbanyak di dunia dan baru 74% dari 969.000 estimasi kasus yang ditemukan, artinya masih ada 26% yang beredar di luar sana yang kita tidak tahu akan menularkan ke diri kita atau tidak.
Dalam menjaga tubuh selama berpuasa ini, Sobat STPI bisa mencegah TBC dengan cara meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Hal yang bisa dilakukan adalah menjaga pola makan yang sehat, misalnya disaat berbuka usahakan makan buah dan air putih yang cukup minimal 8 gelas atau 2 Liter perhari serta konsumsi sayur dan lauk yang cukup. Ingat, waktu berbuka bukan untuk balas dendam karena lapar mata ya, tapi untuk memperbaiki cairan tubuh yang hilang. Disaat sahur upayakan untuk makan makanan yang mengandung karbohidrat serta protein yang tinggi agar tidak mudah lemas. Hindari gorengan, makanan pedas, makanan manis dan tinggi garam agar tidak mudah haus.
Saat beraktivitas diluar rumah upayakan untuk selalu menggunakan masker. Meskipun sudah boleh tidak pakai masker, namun akan lebih baik menggunakan masker jika Sobat STPI mengunjungi tempat yang ramai orang, seperti di transportasi umum, pasar atau mall. Tambahan rutin yang bisa Sobat STPI lakukan adalah aktivitas fisik, minimal 15 menit setiap hari untuk menjaga metabolisme tubuh agar tetap bugar. Yuk, jaga kesehatan dari penyebaran TBC mulai dari diri sendiri 🙂 🌝
Referensi:
Masriadi. 2017. Epidemiologi penyakit menular. Depok : Rajawali Pers.
Comments