top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Tak Cuma Artis, Pasien TBC pun Kerap Jadi Korban Perceraian


Isu perceraian di kalangan artis tanah air memang kerap menyita perhatian publik. Namun, di balik sorotan dunia hiburan yang gemerlap, ada kisah perceraian lain yang jauh lebih sunyi, lebih pilu dan hampir tak terdengar. Kisah dari mereka yang sedang berjuang melawan penyakit, seperti Rini (nama samaran), seorang penyintas Tuberkulosis Resisten Obat (TBC-RO) yang kehilangan bukan hanya kesehatannya, tapi juga rumah tangganya.


Rini mengalami TBC pada tahun 2019. Awalnya Ia hanya mengira batuknya akibat kelelahan, tapi hasil pemeriksaan berkata lain. TBC-RO jenis TBC yang kebal terhadap obat lini pertama. Sejak itu, hidupnya berubah.


Setiap hari, Ia harus menelan 17 butir obat dengan efek samping yang menyiksa: mual, muntah, pusing, dan tubuh yang terasa remuk. Ayahnya bahkan sempat berkata lirih,


“Kok kamu minum obat malah tambah sakit, Rin?”


Kalimat itu membuat Rini diam-diam berhenti minum sebagian obatnya. Ia ingin sehat, tapi tubuhnya tak sanggup menanggung rasa sakit dari pengobatan itu.


Awalnya, sang suami mendampinginya dengan penuh kasih. Ia menemani kontrol, mengantar ke rumah sakit, memastikan Rini tidak sendirian. Namun, di balik itu, Rini sering berpura-pura menelan obat di depan pendamping pasien. Obat itu hanya diambil, bukan diminum.


Beberapa hari tanpa obat membuat tubuhnya terasa lebih enak, namun itu hanya sementara. Sampai suatu hari, ia muntah darah. Dua ember penuh. Napasnya sesak, tubuhnya nyaris tak sadarkan diri. Ia dilarikan ke IGD dan menjalani transfusi darah.


Setelah kejadian itu, tubuh Rini makin kurus, dan tenaganya habis. Ia tak lagi mampu mengurus rumah, suami, dan dua anaknya. Sementara sang suami semakin jarang pulang karena bekerja.


Saat itulah, Rini mengetahui dirinya hamil anak ketiga. Dalam kondisi lemah, Ia kembali melanjutkan pengobatan dengan pengawasan ketat dari pendamping pasien. Namun rasa minder menyelimuti hatinya. Ia menjauh dari teman, tetangga, bahkan dari anak-anaknya sendiri.


“Saya ganti nomor, karena malu kalau orang tahu. Saya takut anak-anak tertular. Suami pun sering nggak bisa dihubungi. Saya pikir, mungkin lagi kerja... saya berusaha positive thinking aja,” ujarnya dengan suara bergetar.


Sampai akhirnya, menjelang kelahiran anak ketiganya di ruang operasi caesar, Rini mendapat tamu tak terduga. Saat kateter dipasang di tubuhnya, seorang perempuan datang menghampiri.


“Maaf ya... aku izin nikah sama suamimu. Aku udah hamil dua bulan. Dia takut kamu nggak lama lagi, jadi katanya biar ada yang ngurus anak-anak.”


Kata-kata itu menancap seperti duri di dada Rini. Ia tidak mampu menangis, tidak bisa marah. Ia hanya berbisik lirih,


“Doain aku sehat ya... biar bisa lahiran selamat.”


Beberapa waktu sebelumnya, anak sulungnya bercerita polos,


“Bu, ayah sering main game online malam-malam, tapi manggil yang yang gitu... bukan ibu.”


Sejak di ruang operasi itu, Rini sadar Ia harus berdiri lagi. Ia tidak bisa lagi menyerahkan hidupnya pada belas kasih orang lain. Ia memilih untuk kuat, untuk sembuh, dan untuk melanjutkan hidupnya tanpa suami yang telah berpaling.


Setelah sidang perceraian, keputusan pahit pun datang.


“Aku nggak boleh pegang anak-anakku. Katanya karena aku masih mengidap penyakit menular. Jadi anak-anak diasuh mantan suami dan istrinya,” tutur Rini, matanya berkaca-kaca.


Kerinduan pada anak-anak adalah angan-angan pahit yang tak pernah habis. Tapi justru dari luka itu, Ia menemukan kekuatan baru.


Tahun 2021, Rini dinyatakan sembuh total dari TBC. Dan Ia sudah bisa bertemu anak-anaknya kembali. Perjalanan hidupnya Ia belajar arti ikhlas yang sesungguhnya, bahwa kehilangan bisa menjadi jalan menuju keteguhan hati. Kini, Rini menjadi patient supporter (PS), mendampingi pasien TBC-RO lain agar tidak menyerah seperti dulu.


“Kalau dulu saya bisa melewati semuanya sendirian, sekarang saya ingin bantu orang lain agar nggak merasa sendirian.”


Rini mungkin telah kehilangan rumah tangganya, tapi Ia menemukan rumah baru, di hati para pasien yang kini ia dampingi, di setiap nyawa yang diselamatkannya.


Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

HUBUNGI KAMI

Klinik JRC-PPTI, Jl. Sultan Iskandar Muda No.66A Lt 3, Kby. Lama Utara, Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240

Telp: +62 852-8229-8824

  • Instagram
  • twitter
  • facebook
  • Youtube
bottom of page