Permasalahan Sosioekonomi, Salah Satu Penyebab Sulitnya Pencapaian Akhiri Tuberkulosis di Indonesia
JAKARTA – Berbagai hambatan dan tantangan dihadapi oleh orang yang terdampak tuberkulosis (TBC), terutama pada masa pandemi COVID-19 ini. Selain tantangan di level komunitas, pasien TBC juga harus menghadapi tantangan di sistem kesehatan. Kurangnya pemahaman di masyarakat terkait dengan TBC masih menjadi hambatan mendasar yang dapat merambat ke permasalahan lain terkait TBC, seperti munculnya perilaku menstigma hingga menjadi diskriminasi kepada orang terdampak TBC.
Permasalahan ekonomi rumah tangga juga menjadi salah satu beban tuberkulosis yang perlu kita tangani bersama. Orang dengan TBC cenderung berasal dari ekonomi menengah ke bawah, namun begitu adapula orang dengan ekonomi menengah keatas yang kondisi ekonominya jatuh karena ia sakit TBC. Permasalahan sosioekonomi inilah yang perlu menjadi perhatian bagi organisasi masyarakat sipil dan mitra demi mencapai eliminasi TBC di tahun 2030.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada Rabu (23/6) Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI) menyelenggarakan Pertemuan Forum Kemitraan Tuberkulosis Nasional secara daring yang turut dihadiri oleh hampir 50 perwakilan mitra dari kementerian dan lintas sektor. Kegiatan ini merupakan diskusi virtual dengan tajuk “Jaring Pengaman Sosial bagi Orang dengan TBC” yang menghadirkan Manajer Program TBC Nasional, dr. Imran Pambudi, MPHM., Ketua Perhimpunan Organisasi Pasien TBC (POP TB) Indonesia, Budi Hermawan dan perwakilan dari Kementerian Sosial, Risna Kusumaningrum.
dr. Imran Pambudi, MPHM mengatakan dalam paparannya bahwa, “Determinan sosioekonomi menjadi determinan kausal tuberkulosis, begitupula kemiskinan. Orang yang status ekonominya rendah akan tinggal di lingkungan rumah yang tidak sehat, makanannya tidak bergizi dan cenderung perokok. Hal ini menyebabkan mereka akan mudah terinfeksi TBC. Sebaliknya, orang dengan TBC akan cenderung mudah sakit karena penurunan imunitas, memerlukan uang untuk berobat sehingga dapat menyebabkan jatuh miskin. Maka dari itu kita perlu memutus siklus keterkaitan ini.”
“Dengan permasalahan sosioekonomi yang perlu menjadi perhatian, forum kemitraan TBC dapat mendukung pasien dengan mengadvokasi agar pasien TBC mendapat hak layanan dan pengobatan. Karena ini adalah tanggung jawab kita bersama." ungkap Budi Hermawan, ketua POP TB Indonesia. Dalam paparannya, ia menuliskan bahwa Tuberkulosis adalah isu Hak Asasi Manusia (HAM), karena kesehatan adalah HAM. Sehingga, anggota forum maupun lintas sektor lainnya perlu bersama-sama mendorong pemenuhan hak pasien TBC demi mencapai eliminasi TBC di Indonesia.
M. Hanif selaku perwakilan dari Sekretariat FSTPI juga menekankan perlunya memaksimalkan kolaborasi organisasi masyarakat sipil (OMS) dan mitra yang tergabung dalam forum untuk menghadapi tantangan TBC di masa pandemi COVID-19. Terutama dalam isu jaring pengaman sosial dan rehabilitasi bagi orang terdampak TBC. Hal ini juga didukung oleh pernyataan dari Risna Kusumaningrum bahwa diperlukan keterlibatan lintas sektor dan lintas kementerian seperti BAPPENAS dan Kementerian Keuangan RI dalam penanggulangan TBC. Harapannya, perjuangan dalam mengakhiri TBC tidak hanya menjadi tanggung jawab anggota dalam forum ini tapi juga perlu untuk menggaet pihak lain lintas sektor dan kementerian di luar forum. Karena TBC adalah tanggung jawab bersama."
Saksikan relainya disini
Comments