Forum Zakat Gagas Aliansi Filantropi Tuberkulosis untuk Eliminasi TBC 2030
Simak obrolan lengkap Stop TB Partnership Indonesia dengan dr. Yeni Purnamasari mengenai Aliansi Filantropi Tuberkulosis dalam segmen "TALK" Episode 1 (STPI Ngorek Dompet dr. Yeni! - Aliansi Filantropi TBC) berikut ini.
Risiko jatuh sakit akibat tuberkulosis (TBC) cenderung banyak dialami kelompok golongan ekonomi lemah atau sering disebut dengan duafa. Akan tetapi, TBC juga dapat menyerang siapa pun tanpa memandang bulu. Orang dengan pendapatan bulanan yang memadai pun dapat mengalami kesulitan ekonomi karena harus kehilangan pekerjaan atau komplikasi penyakit yang cukup berat serta peningkatan biaya transportasi ke layanan kesehatan dan membeli suplemen.
Melihat kondisi tersebut, Dompet Dhuafa menginisiasi pembentukan Aliansi Filantropi TBC dengan lembaga-lembaga filantropi dan lembaga zakat yang ada di Indonesia. Aliansi Filantropi TBC ini mulai berproses sejak bulan Desember 2019 dan hingga kini 16 lembaga telah tergabung. Lembaga-lembaga ini berkumpul dalam aliansi karena memiliki visi dan semangat yang sama sebagai pengelola dana umat untuk berkolaborasi mengatasi tantangan-tantangan dalam mengakhiri TBC.
Sejak awal pembentukannya, lembaga-lembaga ini memang telah tergabung dalam Forum Zakat (FOZ) di Jakarta sehingga seringkali mengadakan silaturahmi dan pertemuan juga sempat mengadakan kerja sama untuk program kesehatan pada tahun 2016 dengan fokus pada akses layanan kesehatan secara umum. Dompet Dhuafa menyampaikan rencana dan tujuan aksi dari Aliansi Filantropi TBC yang diikuti dengan mengadakan forum diskusi sekaligus silaturahmi bersama dengan lembaga forum zakat, Kementerian Kesehatan, serta mitra-mitra yang programnya sudah berfokus pada TBC seperti Stop TB Partnership Indonesia, Aisyiyah, LKNU, PPTI, dan lain sebagainya.
Fokus program dari Aliansi Filantropi TBC adalah melengkapi program yang sekiranya belum ada atau belum banyak dilakukan, diawali dengan melakukan pemetaan di tiap wilayah program untuk disinkronkan dengan program kerja tingkat nasional. Dari pemetaan tersebut, muncul beberapa peran seperti pendampingan pasien bersama relawan termasuk secara psikologis memberikan motivasi, fokus pada penemuan kasus, pemenuhan nutrisi, hingga jaringan ambulans untuk menanggung transportasi pasien yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan. Pemberian bantuan seperti pendampingan pasien dan transportasi juga dilakukan dengan asesmen terlebih dahulu, misalnya terkait jaminan kesehatan dari lembaga zakat.
Untuk mengakses bantuan dari Aliansi Filantropi TBC akan disediakan call center terintegrasi dengan mitra-mitra di setiap wilayah program yang akan dirilis pada bulan April 2020, bersamaan dengan deklarasi Aliansi Filantropi TBC. Saat menghubungi call center tersebut, pasien akan dihubungkan dan didampingi oleh lembaga sesuai wilayah di tempat tinggalnya karena memang sudah sejalan dengan program-program di wilayah masing-masing lembaga, maka peran aliansi ini hanya mengelola pelaporan atau publikasi seperti jumlah pasien yang didampingi dan pemibayaan serta upaya kemitraan.
Beberapa lembaga yang bergabung belum memiliki pengalaman dalam program TBC, oleh sebab itu, Aliansi Filantropi TBC akan mengadakan pelatihan untuk pengelola program masing-masing lembaga. Untuk mengoptimalkan upaya pencegahan dan pengendalian TBC, aliansi ini juga berfokus pada upaya-upaya yang belum menjadi prioritas seperti perbaikan sanitasi dan lingkungan yang sehat, menggiatkan pendidikan fungsional atau pemberdayaan ekonomi bagi kelompok terdampak TBC.
“Harapannya dengan terbentuknya aliansi ini, pasien TBC semakin banyak ditemukan, diobati dan memutus rantai penularan. Sehingga semakin banyak yang disembuhkan. Kasus TBC RO juga diharapkan berkurang sesuai target eliminasi TBC tahun 2030 dan pasien TBC ini bisa berdaya kembali kehidupannya bersama keluarga serta memiliki mata pencaharian setelah mereka menyelesaikan pengobatan. Jadi tidak hanya selesai sampai pengobatan (tetapi sampai hidup berdaya kembali)”, ucap dr. Yeni Purnamasari, selaku General Manager Kesehatan Dompet Dhuafa.
Beliau menjelaskan bahwa stigma di masyarakat terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TBC sehingga aliansi ini juga dapat mendukung kampanye TBC untuk menurunkan stigma terhadap penyakit ini. Upaya tersebut dirasa perlu agar proses pengobatan pasien pun tidak terganggu dan justru mendapat dukungan dari masyarakat. Sehingga apabila ada orang di lingkungan kita yang memiliki gejala TBC, kita tidak akan menjauhinya malahan mengajak untuk berobat misalnya periksa ke Puskesmas atau rumah sakit yang ada rujukan pemeriksaan TBC.
Aliansi Filantropi TBC mengajak siapapun yang memiliki kepedulian untuk menjadi relawan. Untuk proses bergabung akan disampaikan saat perilisan aliansi. Siapa pun dapat menjadi relawan tidak harus tenaga kesehatan saja tetapi individu-individu yang ingin berkontribusi dalam memerangi penyakit TBC.
“Kalau bersama-sama kan akan lebih ringan daripada kita mungkin akan memikirkan satu masing-masing sedangkan pasien TBC banyak malah (nantinya akan) tidak terkelola dengan baik. Mari kita saling merangkul, saling mendukung, saling menguatkan sehingga kita bisa mencapai eliminasi TBC 2030 bersama-sama”, imbuh dr. Yeni
コメント