top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Surabaya Resmi Membekukan NIK hingga Penempelan Stiker bagi Pasien TBC yang Mangkir atau Enggan Berobat



Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, resmi memberlakukan Peraturan Walikota Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Kota Surabaya per Desember 2024 lalu. Perwali tersebut menegaskan kepada seluruh pasien TBC Sensitif Obat (SO) maupun TBC Resisten Obat (RO) yang tidak ingin mengikuti prosedur pengobatan baik itu pasien mangkir, droup out dan/atau menolak pengobatan TBC untuk memperhatikan sanksi administrasi dan sosial yang akan didapatkan.


Sanksi tersebut bertujuan untuk mempercepat penanganan penyakit Tuberkulosis (TBC) karena bila tidak diberikan sanksi maka akan membahayakan warga sekitar.  Tertuang dalam Pasal 26 terdapat sanksi bagi pasien yang tidak mengikuti prosedur pengobatan TBC berupa:

  1. Penghentian bantuan dan/atau intervensi dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. 

  2. Pemasangan stiker; 

  3. Dinonaktifkan kepesertaan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Pekerja Bukan Penerima Upah (BPJS PBPU) dan Bukan Pekerja (BP); 

  4. Pemblokiran Kartu Keluarga, Nomor Induk Kependudukan dan/atau dokumen administrasi kependudukan lainnya melalui aplikasi cek-in warga.


Perwali tersebut juga berlaku bagi warga pendatang yang ingin pindah domisili KTP dan KK ke Surabaya. Pemohon perlu melampirkan hasil skrining TBC ketika hendak mengurus permohonan cetak KTP Surabaya. Bagi pemohon yang tidak ada indikasi TBC maka dapat langsung diterbitkan KTP. Begitu juga dengan hasil skrining positif dan bersedia menjalani pengobatan TBC, tetap akan diterbitkan. Namun, jika hasilnya negatif tetapi tidak bersedia menjalani pengobatan maka KTP tidak diterbitkan. 


Sementara itu pemasangan stiker tidak serta merta ditempelkan langsung, terdapat proses yang harus dilalui terlebih dahulu. Tertuang dalam Perwali, pasal 29 menyebutkan bahwa pemasangan stiker dilakukan setelah kunjungan rumah pasien TBC bersama RT, RW, Puskesmas, perwakilan Kelurahan, Satuan Tugas, dan peer educator. Apabila pasien TBC tetap menolak pengobatan setelah kunjungan, maka pasien akan melakukan penandatanganan surat penolakan yang kemudian akan ditempelkan stiker bersama stakeholder tersebut. Adapun penonaktifan BPJS dan NIK tertuang dalam pasal 30 dan 31 setelah penempelan stiker dilakukan. Perwali selengkapnya disini.


Kebijakan tersebut menuai pro dan kontra dari sejumlah tokoh. Dilansir dari laman Jawa Pos, Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Michael Leksodimulyo menyatakan bahwa pembekuan NIK merupakan pelanggaran hak asasi manusia, sehingga beliau menyarankan perlunya pengkajian dan kebijaksanaan dalam pemberlakuan kebijakan tersebut.  


Kebijakan publik dalam penanggulangan TBC tentu harus dirancang dengan cermat, mempertimbangkan berbagai aspek seperti potensi stigma, jaminan akses layanan kesehatan yang adil dan mudah, serta ruang partisipasi publik yang inklusif. Diperlukan keseimbangan antara pendekatan tegas dan pendekatan yang berempati terhadap kondisi pasien. Harapannya, kebijakan ini telah disusun dengan mendalam, mempertimbangkan hak dan kebutuhan semua pihak, serta mampu mendorong percepatan eliminasi TBC secara efektif dan berkelanjutan di Kota Surabaya, bahkan di tingkat nasional. Semoga kebijakan ini membawa dampak positif bagi perlindungan kesehatan masyarakat dan menjadi pijakan penting menuju Indonesia bebas TBC.



Comments


Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

HUBUNGI KAMI

Klinik JRC-PPTI, Jl. Sultan Iskandar Muda No.66A Lt 3, Kby. Lama Utara, Kec. Kby. Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240

Telp: +62 852-8229-8824

  • Instagram
  • twitter
  • facebook
  • Youtube
bottom of page