Rectoverso: Antara Hujan dan Kemarau, Mana yang Lebih Sensitif sama TBC?
- Stop TB Partnership ID
- 18 Jul
- 3 menit membaca

Belakangan ini cuaca terasa makin tidak menentu ya? Kadang panas banget, lalu besoknya tiba - tiba hujan seharian sampe bikin banjir. Ternyata, cuaca seperti ini bukan cuma bikin kita galau mau jemur baju atau bawa payung, tapi juga bisa berpengaruh ke penyebaran penyakit, salah satunya Tuberkulosis (TBC).
Penelitian dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan bahwa perubahan suhu dan cuaca ekstrim ikut memicu peningkatan kasus TBC, terutama di daerah seperti Karawang, Majalengka, dan Kuningan. Nggak cuma itu, beberapa jurnal juga menunjukkan hal yang sama kalo cuaca dan iklim bisa memperbesar peluang penyebaran TBC.
Tapi, kok bisa? Bukannya TBC cuma menular lewat batuk atau napas dari orang yang sakit? Apa hubungannya dengan hujan atau suhu udara? Lebih rentan mana antara musim hujan dan kemarau?
Nah, yuk kita bahas satu per satu.
Curah Hujan
Saat hujan deras turun dalam waktu lama, kelembaban udara juga ikut meningkat. Kondisi ini bisa membuat bakteri TBC lebih tahan lama di udara, terutama di ruang-ruang yang pengap dan tanpa ventilasi.
Di Minahasa Utara, penelitian menunjukkan bahwa kasus TBC naik saat curah hujan meningkat. Hal ini diduga karena udara yang lembab membuat droplet (percikan dari batuk/napas orang sakit) lebih bertahan dan menyebar di udara.
Apalagi kalau ruangan tertutup, tanpa jendela atau sirkulasi udara yang baik, udara yang sudah "terkontaminasi" bakteri TBC bisa bertahan lebih lama dan dihirup oleh orang lain.
Kelembaban Udara
Kelembaban itu sederhananya adalah seberapa banyak kandungan uap air di udara. Kalau kelembaban tinggi, udara terasa lembab.
Penelitian di Malang Raya menunjukkan bahwa daerah dengan kelembaban rata-rata di atas 70% memiliki jumlah kasus TBC yang tinggi. Kenapa?
Karena udara yang terlalu lembab bisa memperlambat sirkulasi udara, dan itu membuat bakteri TBC lebih mudah bertahan dan menyebar. Kelembaban juga bisa membantu pembentukan aerosol (partikel kecil di udara) yang membawa bakteri lebih jauh masuk ke tubuh saat kita bernapas.
Solusinya? Pastikan ruangan punya ventilasi yang baik agar udara segar dari luar bisa masuk dan mendorong keluar udara lama yang mungkin terkontaminasi.
Suhu Udara
Suhu udara juga punya peran. Suhu yang terlalu dingin bisa membuat kita lebih sering berada di dalam ruangan, dengan jendela tertutup rapat. Ini bisa meningkatkan risiko penularan TBC di tempat tertutup.
Sebaliknya, suhu yang terlalu panas juga tidak selalu baik. Kalau pola makan dan gaya hidup kita tidak sehat, cuaca panas bisa menurunkan daya tahan tubuh, dan kalau daya tahan tubuh menurun bakteri TBC lebih mudah menyerang.
Jadi bukan soal panas atau dingin saja, tapi bagaimana tubuh kita merespons perubahan suhu.
Kecepatan Angin
Mungkin terdengar sepele, tapi angin juga punya peran dalam penyebaran TBC.
Di Padang, penelitian menunjukkan bahwa angin yang cukup kencang bisa membawa partikel udara yang mengandung bakteri TBC ke area yang lebih luas. Artinya, bakteri yang tadinya hanya ada di satu ruangan bisa terbawa angin ke tempat lain, apalagi jika ventilasi rumah buruk dan sirkulasi udara tidak terkontrol.
Lalu, apa yang Harus Kita Lakukan?
Cuaca memang nggak bisa kita kendalikan, tapi kita bisa mengontrol lingkungan dan gaya hidup agar tetap sehat dan terlindung dari TBC:
Pastikan rumah memiliki ventilasi yang baik.
Rutin membuka jendela saat cuaca memungkinkan.
Jaga daya tahan tubuh dengan makanan bergizi, tidur cukup, dan olahraga ringan.
Jika ada yang batuk lama (lebih dari 2 minggu), segera periksa ke layanan kesehatan.
Cuaca mungkin tak terlihat berbahaya, tapi dalam kondisi tertentu bisa ikut āmembantuā penyebaran penyakit. Yuk, lebih peka dengan lingkungan sekitar dan tetap jaga kesehatan, terutama di musim hujan yang makin sering datang belakangan ini.
Sumber bacaan:
Rolleh, C. E., Mantjoro, E. M., & Asrifuddin, A. (2025). HUBUNGAN ANTARA VARIABILITAS IKLIM DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) DI MINAHASA UTARA TAHUN 2021-2023. PREPOTIF : JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, 9(1), 1258ā1264. https://doi.org/10.31004/prepotif.v9i1.43500
V. Olivionita, H. E. Wardani, L. R. Alma, and R. W. Gayatri, "Analisis Spasial Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis di Malang Raya Tahun 2020-2021," Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, vol. 9, no. 1, pp. 63-71, Feb. 2024. https://doi.org/10.14710/jekk.v9i1.19427
Comments