top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Percepat Proses Skrining TBC dengan Artificial Intelligence




Perkembangan teknologi dalam dunia kesehatan tumbuh dengan cepat. Penerapan teori ke dalam dunia praktik membuahkan hasil yang sangat baik untuk beberapa penyakit, tak terkecuali pada Tuberkulosis (TBC). Saat ini telah dikembangkan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) sebagai alat skrining untuk mendeteksi TBC secara dini. AI dapat digunakan untuk membaca hasil dari rontgen dada atau X-Ray dada serta tes darah. Artificial Intelligence (AI) dapat digunakan untuk mendeteksi TBC atau dikenal sebagai Computer Aided Detection (CAD) untuk penanggulangan TBC.


CAD TBC dipandang sebagai salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan TBC di negara dengan beban tinggi. Berdasarkan report WHO tahun 2021, tuberkulosis di Indonesia berada pada posisi ketiga di dunia dengan estimasi 824 ribu kasus pada 2021. Namun sayangnya, yang baru ditemukan dan diobati hanya 49% saja artinya masih ada 500 ribuan kasus yang masih belum dideteksi dan berisiko menularkan pada orang lain. Selain itu berdasarkan informasi dari P2P, Menteri Kesehatan RI Ir. Budi Gunadi Sadikin, CHFC, CLU menargetkan agar di tahun 2024 penemuan kasus TBC bisa mencapai 90%.


Berdasarkan keterangan dari World Economic Forum salah satu kendala yang dialami oleh beberapa negara untuk penemuan kasus TBC adalah minimnya seorang radiolog. Sebelumnya penegakkan diagnosis masih bergantung pada konfirmasi visual dan interpretasi rontgen dada oleh ahli radiologi terlatih. Dampaknya adalah penegakan diagnosis yang lama serta memakan waktu yang panjang untuk bisa mendiagnosis satu kasus TBC. Hal tersebut menjadi tantangan bagi sebagian besar wilayah di Indonesia, khususnya daerah terpencil yang tidak mudah mengakses ke pelayanan kesehatan termasuk seorang radiolog yang minim.


Menjawab permasalahan minimnya radiolog, terdapat banyak perusahaan mengembangkan CAD untuk penanganan TBC dapat dilihat di website https://www.ai4hlth.org/. Sama halnya seorang radiolog, AI teknologi juga dapat membantu menemukan kelainan dan menilai risiko pada paru-paru berdasarkan ukuran, bentuk, struktur, jenis, lokasi dan pertumbuhan. Foto yang telah didapatkan pun tidak hanya akan berwarna hitam putih seperti biasanya, namun juga berwarna untuk mempercepat proses pendeteksian terhadap kelainan (pertumbuhan bakteri TBC) pada paru-paru.


Selain itu, keterangan dari Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes periode 2020-2022, Dr. drh. Didik Budijanto pada Maret 2022 lalu menyebutkan bahwa alat AI berupa X-Ray paru tersebut berbentuk seperti sajadah atau karpet. Menariknya alat X-Ray dengan AI tersebut dapat digunakan dimana saja dan kapan saja serta dengan posisi apapun termasuk berbaring sekaligus.


Tak hanya itu, terdapat penelitian lain yang menemukan penggunaan AI dalam skrining TBC pada tes darah. Penelitian tersebut dikembangkan oleh Tulane Researchers yang menggunakan algoritma AI dalam tes darah. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran tentang lipoarabinomannan (LAM) dan LprG yang merupakan molekul dan protein bakteri penyebab TBC. Keduanya ditemukan dalam kantung pada membran vesikel ekstraseluler yang dilepaskan oleh imun pasien TBC sehingga akan terdeteksi oleh algoritma AI dalam tes darah TBC. Penelitian tersebut diperkuat dengan uji coba pada anak-anak dengan TBC yang kemudian menunjukkan 89% akurat dapat mendeteksi TBC.


Dalam hal ini, perkembangan teknologi dalam dunia Tuberkulosis seharusnya sudah bisa digunakan guna mempercepat menemukan 500 ribuan kasus TBC di Indonesia yang belum ditemukan dan diobati. Praktik penggunaan AI dalam X-Ray TBC di Indonesia sendiri sudah diterapkan oleh Zero TB Yogyakarta dan RS Universitas Indonesia. Harapannya dengan adanya Artificial Intelligence dalam deteksi TBC bisa digunakan dengan baik dan dimanfaatkan oleh seluruh wilayah Indonesia agar eliminasi TBC 2030 bisa segera tercapai.


198 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page