top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Indonesia Rawan Bencana, STPI: Perlu Susun Panduan Penanganan TBC dalam Situasi Tanggap Darurat

JAKARTA – Situasi Indonesia yang baru-baru ini mengalami bencana di beberapa titik seolah menyadarkan pentingnya peningkatan pemahaman dan pengetahuan tentang hubungan penanggulangan bencana dan pengendalian penyakit menular, salah satunya adalah tuberkulosis (TBC). Maka dari itu, Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bersama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelenggarakan talkshow dan diskusi daring yang bertajuk ‘Dilema Pelayanan Tuberkulosis di Tengah Tanggap Darurat Bencana di Indonesia’ pada Senin (1/3). Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 100 orang peserta yang merupakan perwakilan dari 30 lembaga lintas sektor pemerintah, swasta, dan komunitas.


Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi ke-2 dunia dengan perkiraan jumlah orang yang jatuh sakit akibat TBC mencapai 845.000 (WHO Global TB Report, 2020). Upaya penanggulangan TBC di Indonesia dapat dikatakan menemui banyak tantangan, di antaranya adalah adanya pandemi COVID-19 yang masih melanda dan terdapat 53.000 desa atau kelurahan yang masih tergolong rawan bencana. Hal ini dapat menuntun Indonesia pada krisis kesehatan—di mana beban layanan kesehatan saat kondisi darurat melebihi kapasitas yang tersedia. Talkshow ini bertujuan tidak hanya meningkatkan pemahaman partisipan atas isu TBC dan bencana, tetapi juga memperkuat kolaborasi lintas sektor untuk mengakhiri TBC di Indonesia, terutama dalam situasi bencana.


Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid menyampaikan bahwa,

“Kondisi pengungsian yang padat, terganggunya penyediaan dan pendistribusian obat-obatan, dan terputusnya akses untuk ke pelayanan kesehatan dapat berisiko menjadi sumber penularan baru dan meningkatkan terputusnya pengobatan TBC. Maka dari itu, upaya yang dapat kita lakukan bersama adalah dengan perencanaan dan manajemen kesiapsiagaan untuk mengendalikan peningkatan jumlah orang dengan TBC pasca bencana.” jelas dr. Nadia dalam pidato pembukaannya.


“Terdapat bottleneck program TBC selama darurat bencana dari segi pasien, fasilitas kesehatan dan pengelola program mulai dari follow up kelanjutan pengobatan pasien, sarana prasarana fasilitas kesehatan, logistik, jejaring rujukan, SDM, dan layanan luar gedung. Setiap daerah perlu untuk menentukan prioritas darurat bencana dan rencana mitigasi, sebab karakteristik dan penanganannya berbeda-beda. Tentunya dengan tetap melibatkan unsur masyarakat dan terintegrasi dengan program-program lainnya.” terang dr. Imran Pambudi, MPHM selaku Manajer Program TBC Nasional.


Sebagai tindak lanjut dari talkshow ini, STPI melakukan pemetaan permasalahan dalam pelaksanaan pelayanan TBC di situasi bencana, solusi dan aktor yang perlu dilibatkan. Pemetaan ini dibuat sebagai bahan pembahasan dalam lokakarya pada Selasa (2/3) untuk menyusun kerangka panduan penanganan TBC dalam situasi tanggap darurat bencana. Secara garis besar, kerangka ini mencakup peta permasalahan TBC dan bencana di Indonesia serta panduan penanganan TBC sebelum, sesaat dan pasca bencana. Kerangka panduan ini nantinya akan diolah lebih lanjut oleh Kementerian Kesehatan RI bersama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dengan adanya panduan ini akan ditemukan pola pencegahan dan pengendalian TBC saat krisis bencana untuk pemangku kepentingan agar lebih sigap dalam menghadapi tantangan program TBC di situasi tanggap darurat.

###


Akses materi disini dan saksikan siaran ulangnya di video berikut.


149 tampilan0 komentar

コメント


Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page