top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Diresmikan Bupati Garut, Pasien TBC Kini Punya Rumah Singgah



Sabtu (29/02) – Garut, Jawa Barat. Bupati Garut, Rudy Gunawan meresmikan rumah singgah pasien TBC yang telah selesai dibangun oleh Yayasan Arsitektur Hijau Nusantara (YAHINTARA) bekerjasama dengan TB Care Aisyiyah Garut. Rumah singgah yang digarap mulai Desember 2019 ini berlokasi di Kampung Pajagalan, Sukamantri, Garut Kota. Dibangun dengan luas total 51.84 meter persegi, rumah singgah yang terdiri dari 2 lantai ini memiliki daya tampung 4 bed. Selain untuk rumah singgah pasien, lantai 1 rumah ini juga berfungsi sebagai pos untuk edukasi TBC apabila ada masyarakat yang ingin tahu dan bertanya-tanya informasi seputar TBC.


Rumah singgah ini berada di bawah tanggungjawab TB Care Aisyiyah dengan mekanisme apabila ditemukan pasien TBC di daerah tersebut maka akan dianjurkan untuk menempati rumah singgah tersebut selama minimal 2 minggu hingga 2 bulan agar meminimalisir penyebaran bakteri di keluarga. Selama tinggal di rumah singgah tersebut, pasien akan dibantu oleh kader yang akan terus memantau pengobatan pasien.


Sebagian pasien Tuberkulosis (TBC) menempati rumah yang tidak layak huni dan situasi ini dapat memperburuk penularan bakteri. Mycobacterium tuberculosis akan lebih mudah berkembang biak di tempat yang ventilasinya tidak baik, tidak ada pencahayaan yang cukup dan lembab. Hal ini yang membuat YAHINTARA tergerak untuk membangun rumah singgah untuk pasien TBC di Kabupaten Garut setelah merenovasi rumah tinggal pasien TBC keluarga Gungun di Langensari tahun 2016 dan renovasi rumah pasien TBC Keluarga Nurdin di Kampung Bentar Guntur, Garut Kota di tahun 2017.


Pembangunan rumah singgah ini pada awalnya adalah rekomendasi dari Aisyiyah bahwa terdapat pemukiman padat di Sukamantri. Kemudian Aisyiyah membeli lahan di daerah tersebut untuk membangun rumah singgah dengan YAHINTARA yang membuat perencanaan, desain, persiapan teknis dan material, sampai pembangunan. YAHINTARA juga melibatkan mahasiswa dengan mengadakan sayembara desain rumah singgah yang diikuti oleh 17 peserta dari Lampung, Jawa dan Bali. Tiga besar peserta terbaik berasal dari Bandung dan dari Medan. Untuk pembiayaannya, YAHINTARA bersama dengan Aisyiyah dan Bupati Garut bersama-sama mengumpulkan 98.6 juta Rupiah dengan membuka kanal donasi di media sosial, kegiatan penggalangan dana di Bandung, pameran, dan yang paling unik adalah dari komunitas pelari. Untuk setiap 1.5 km pelari akan menyumbang sepuluh ribu Rupiah kepada YAHINTARA untuk pembangunan tersebut dan akhirnya dapat mengumpulkan 30 juta Rupiah.


Sebelum melakukan renovasi rumah sehat untuk pasien TBC, YAHINTARA gencar mengkampanyekan program rumah sehat ke kampung yang padat untuk mengedukasi pentingnya sinar matahari bagi kesehatan anak-anak dan orang dewasa. Kegiatan yang dilakukan YAHINTARA mulai dari mengadakan lomba mewarnai rumah, lomba menggambar untuk anak-anak sampai dengan mengedukasi orang dewasa menggunakan leaflet guna memberikan tips untuk menjaga rumah agar mendapatkan sinar matahari yang cukup, misalnya dengan menggunakan genteng kaca.


"Secara alami bakteri TBC dapat mati oleh sinar matahari, kami dari teman-teman arsitek menyarankan untuk bangunan sebisa mungkin menghadap ke timur untuk mengabsorpsi sinar matahari semaksimal mungkin”, ucap Ruli Oktavian, ketua YAHINTARA.

Hal tersebut yang membuat pembangunan rumah singgah ini menjadi unik karena adanya sebuah teras yang didesain khusus menghadap ke timur untuk mendapatkan sinar matahari semaksimal mungkin, teras ini bernama Teras Moyan, artinya “berjemur” dalam bahasa Sunda.Peresmian rumah singgah ini selaras dengan instruksi Presiden RI, Joko Widodo pada kegiatan kunjungan kerja kesehatan bertajuk Gerakan Bersama Menuju Eliminasi TBC 2030 di Cimahi bahwa rumah-rumah yang masih belum sehat agar segera perbaiki. Pernyataan khusus juga disampaikan oleh Presiden kepada Menteri PU untuk membangun perumahan yang sehat, terutama di Provinsi Jawa Barat. Menurut Presiden Jokowi, pembangunan rumah berperan untuk peningkatan kesejahteraan mayarakat. Sehingga membangun rumah-rumah yang sehat itu menjadi kunci untuk mencegah penyakit TBC.


Ruli menambahkan, “Harapan saya dengan dibangunnya rumah singgah di salah satu tempat akan menjadi percontohan bagi rumah-rumah di sekitar dan di tempat-tempat lainnya, kemudian lebih banyak orang tahu tentang TBC dan peduli terhadap warganya yang sedang sakit TBC.”

Rumah singgah untuk pasien TBC merupakan salah satu upaya untuk meringankan dampak sosioekonomi TBC, untuk membantu akses pasien ke pelayanan kesehatan dan dapat meringankan beban finansial pasien. Selain itu, pasien yang harus menempuh perjalanan jauh pulang-pergi ke rumah sakit untuk berobat juga akan lebih dipermudah dengan kondisi fisiknya yang belum cukup sehat. Rumah singgah ini juga mengilustrasikan bahwa pemangku kebijakan di luar sektor kesehatan pun memiliki peran dan tanggung jawab untuk membangun Indonesia yang sehat.

180 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page