top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

World Health Organization dan Indonesia Melibatkan Kaum Muda dalam Upaya Mengakhiri Tuberkulosis


Image courtesy of CISDI

Untuk pertama kalinya, 15 Juli 2019, Youth Town Hall global yang mengangkat tema Tuberkulosis diadakan, dan kali ini Indonesia beruntung menjadi tuan rumah pertemuan ini. Acara ini mengumpulkan lebih dari 200 pemimpin muda dari berbagai negara, seperti Indonesia, Bangladesh, India, Kenya, Filipina, Nepal, Amerika dan lainnya yang berkomitmen untuk mengakhiri epidemi TBC sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. Youth Town Hall kali ini diselenggarakan oleh WHO, Kementerian Kesehatan RI, dan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). Dalam keynote speech-nya, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. Nila Moeloek mengutarakan pentingnya menjalin kemitraan dengan kaum muda sebagai katalis dalam menghadapi epidemi TBC, mengingat kekuatan dan potensi besar yang kaum muda miliki.

Acara ini merupakan kesempatan pertama bagi kaum muda dari manca negara mendengar langsung tentang kegiatan/praktik baik sesama orang muda yang telah bergabung dalam gerakan untuk mengakhiri TBC. Sesi high-level panel yang dimoderatori oleh Penasihat Senior Bidang Gender dan Kepemudaan, Diah S. Saminarsih, dengan narasumber Direktur Program TB Global WHO, Dr. Tereza Kasaeva, menerangkan pentingnya peran kaum muda dalam organisasi masyarakat sipil untuk TBC. Misalnya, Jeffrey Acaba, aktivis TBC-HIV dari Filipina, memastikan perspektif kaum muda diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan terkait program tuberkulosis melalui Civil Society Task Force. Madhusudhan Kaphle, ketua gerakan internasional TB Free World, memberikan contoh bagaimana kegiatan sepak bola menjadi kesempatan membagikan informasi TBC pada kaum muda. Selain itu, ia mengisahkan bagaimana kaum muda dapat menjadi katalis di wilayahnya untuk mendorong pemerintah daerah memprioritaskan eliminasi TBC.

Dalam sesi panel kedua, orang muda seperti Rhea Lobo (India) membagikan pengalamannya sebagai seorang jurnalis yang sembuh dari TBC ekstraparu. Rhea menekankan pentingnya peran media mendukung kaum yang terdampak TBC untuk bersuara. Selain itu, peserta juga mendengarkan kisah sukses Saurabh Rane (India) yang berhasil mendaki Everest, dan menyelesaikan marathon semasa pengobatan TBC XDR (extremely drug-resistant). David Mungai (Kenya) menceritakan kisahnya sebagai seorang dokter bedah yang sakit dan sembuh dari TBC. Sedangkan, Wang Yi (Cina) menyadarkan kita bahwa pasien TBC menggunakan masker untuk melindungi orang di sekitar mereka agar tidak tertular. Sehingga, tidak sepatutnya kita menjauhi atau mengisolasi pasien TBC. Panji Fortuna dari Universitas Padjajaran (Indonesia) menegaskan bahwa kreativitas kaum muda dapat mengembangkan penelitian yang bermakna untuk mengakhiri TBC. Steve Otieno (Kenya), yang menjadi yatim piatu karena TBC, berbagi upayanya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bersama mengakhiri TBC melalui musik.

Seluruh peserta juga berpartisipasi dalam Kelompok Diskusi Terpusat (FGD) untuk membahas rencana aksi dari 6 aksi kunci kaum muda sebagai berikut:

  1. Membangun kesadaran dan kapasitas kaum muda untuk berpartisipasi dalam upaya mengakhiri TBC secara bermakna

  2. Melawan stigma dan diskriminasi yang dialami orang terdampak TBC

  3. Melakukan advokasi untuk tersedianya dukungan psikososial dan sosioekonomi bagi mantan pasien TBC (rehabilitasi)

  4. Mempromosikan riset dan inovasi

  5. Melakukan advokasi untuk menutup kesenjangan dalam penganggaran program tuberkulosis

  6. Mempromosikan kolaborasi multisektoral yang akuntabel

Acara ini diakhiri dengan pembacaan Youth Declaration to End TB dan tweet serentak dari seluruh peserta “It’s time for action! It’s time to #EndTB. #youth4health”. Seperti yang diutarakan oleh Diah S. Saminarsih, kaum muda perlu peduli dan terlibat menjawab tantangan pembangunan seperti epidemi TBC. Selain karena negara seperti Brazil, India, Cina dan Indonesia merupakan negara dengan populasi kaum tertinggi, menurut Dr. Tereza, kaum muda juga merupakan kelompok usia yang paling banyak terdampak tuberkulosis (Global TB Report 2018). Salah satu kerangka aksi yang diinisiasi oleh WHO untuk pelibatan kaum muda adalah 1+1 Initiative, dimana pada prinsipnya aksi kecil yang bermakna dari satu pribadi akan berdampak kepada pribadi lainnya (pelajari lebih lanjut di sini).

Simak liputan lengkap YTH TB di :


87 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page