top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

RS harus berpihak pada hak pasien TB


Kegiatan preventif dan promotif serta penerapan strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (Directly Observed Treatment Short-Course/DOTs) atas penyakit Tuberkulosis (TB) diharapkan menjadi perhatian serius setiap rumah sakit. Pemanfaatan teknologi juga menjadi sesuatu keniscayaan. Karena itu, pemilik dan manajemen rumah sakit perlu didorong untuk terus memberikan pelayanan berkualitas guna mewujudkan hak-hak pasien TB dalam mendapatkan edukasi TB serta pengobatan yang benar dan tepat waktu.

“Tentu tak ada alasan bahwa obat TB di rumah sakit habis sehingga pasien tak bisa terlayani. Prinsipnya, penanganan pasien TB tak bisa ditunda. Jangan sampai RS, Puskesmas, atau klinik ikut berperan membuat pasien resisten obat atau drop out,” demikian Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dr. Kuntjoro AP, M.Kes di ruang kerjanya, di kantor PERSI, Jakarta, Rabu (11/1/2017).

Kepada tim CEPAT-LKNU, Ketua Umum PERSI Periode 2015-2018 ini menyatakan sangat mengapresiasi komitmen semua pihak, terutama lembaga swadaya masyarakat, swasta, dan komunitas yang begitu peduli dalam memberantas TB di Indonesia, seperti yang terus digelar oleh Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI), CEPAT-LKNU, dan CCPHI.

“Saya merasa terpanggil melihat antusiasme teman-teman dalam memberantas TB ini. Total 2.500 rumah sakit di bawah naungan PERSI dari 16 asosiasi akan saya dorong menjadikan pelayanan TB sebagai prioritas dengan memasukkannya sebagai program. Saya berharap, PERSI dan FSTPI terus berkomunikasi sehingga ada kontribusi nyata yang bisa dilakukan,” kata eyang dari satu cucu bernama Array Arya Anantasena ini.

Ia juga berjanji akan mencoba memasukkan pelayanan TB sebagai regulasi atau salah satu syarat untuk pemberian akreditasi terhadap rumah sakit-rumah sakit.

Untuk diketahui, sebelum dipercaya mengabdi di Kementerian Kesehatan dan sekarang di PERSI, dr Kuntjoro memiliki banyak pengalaman terkait kondisi penanganan TB di RS daerah dan di Puskesmas yang cukup memprihatinkan. Selain mengabdi di PERSI, dr Kuntjoro juga menjadi dosen di sejumlah perguruan tinggi. Ayah dari Intan Kusuma Wardhani (33) dan Danang Adiputra (26) \ mengusulkan, Dewan Ketahanan Nasional (DKN) mengeluarkan deklarasi, “TB mengancam ketahanan nasional”. “Sebagai contoh, ketika DKN mengeluarkan statement, alutsista tidak boleh dibeli dari luar dan harus dibuat dalam negeri, semua nurut! Nah, jika DKN declare bahwa TB mengancam ketahanan nasional, gaungnya akan besar. Rumah sakit nurut, menterinya nurut, semua manut. Itu mesti kita dorong bersama-sama,” kata suami dari Sri Rahayu ini.

Dokter kelahiran Malang ini, yang genap berusia 61 tahun pada 17 Januari 2017, melihat pemanfaatan teknologi menjadi keharusan. Tak mengherankan, di kantor PERSI kini sedang dibangun ruang webinar untuk telekonferensi jarak jauh dengan sejumlah cabang PERSI di daerah-daerah. Kuntjoro meyakini, dengan teknologi, pemberantasan TB akan lebih berkualitas, termasuk dalam pelaporan dan perekaman data. (*)

34 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page