top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Diskusi Publik sebagai Upaya STPI dan AJI Jakarta Tingkatkan Peliputan TBC yang Masih Terpinggirkan

Saksikan relainya di video berikut ini




JAKARTA - Di tengah pandemi, upaya mengangkat persoalan terkait Tuberkulosis (TBC) dalam peliputan media masih menuai tantangan tersendiri.


Isu TBC seolah terpinggirkan di tengah arus informasi COVID-19 yang saat ini tengah gencar dibicarakan. Padahal, dampak TBC tidak kalah berbahaya dibandingkan dengan COVID-19. Berdasarkan data yang dirilis pada 2020, WHO menempatkan Indonesia pada peringkat kedua di dunia kasus TBC terbanyak, setelah India (2,6 juta kasus).


WHO mencatat kasus TBC di Indonesia mencapai 845 ribu, sekitar 24 ribu kasus resisten obat. Dari angka tersebut, hanya 67 persen atau sekitar 562 ribu kasus yang ditemukan dan diobati. Total kematian mencapai 96 ribu jiwa.

Jurnalis Kompas yang berpengalaman meliput TBC, Adhitya Ramadhan tak menyangkal hal itu. Dia mengungkapkan, dari puluhan kasus peliputan kesehatan, hanya hitungan jari yang spesifik mengarah pada peliputan TBC.


"Saya coba searching, pemberitaan TBC di Kompas misalnya, selama 2020 ini ada 59 tulisan dengan keyword TBC itu enggak semuanya fokus ke TBC, hanya sekitar 8 tulisan. Jadi bayangkan jauhnya," ujar Adhitya dalam diskusi Tuberkulosis di Tengah Pandemi yang diselenggarakan AJI Jakarta dan STPI, Jumat (23/10).


Terbatasnya isu TBC yang dimuncul ke publik, menurut Adhit, tak lepas dari minimnya informasi dan kesadaran atas dampak TBC. Hal itu lantas berdampak pada pengembangan angle peliputan di kalangan jurnalis yang selama ini juga terbatas.


"Ambil contoh di daerah, persoalan TBC ini merupakan isu serius dan penting, namun bagaimana koran lokal daerah mesti bertahan dengan memilih isu lain yang lebih seksi, misalnya politik daerah," kata dia.


Padahal menurutnya, persoalan TBC bisa dikulik tidak hanya sebatas isu kesehatan yang terbatas. Namun, juga bisa dikaitkan pada isu menarik yang lebih luas misalnya ekonomi dan pembangunan daerah.


Pengalaman liputannya soal TBC misalnya, menyorot investasi asing yang akan masuk ke Indonesia namun juga memperhatikan tingkat aspek kesehatan TBC di masyarakatnya. Di situlah, jurnalis menurutnya perlu jeli memunculkan ide dan menggali persoalan menyangkut TBC.


"Jadi supporting investasi daerah. Itu juga bisa pengaruh ke ekonomi. Investasi bisa terhalang, karena warganya sakit," ujarnya.


Tak kalah penting, Adhit menekankan jurnalis yang akan meliput TBC juga perlu tetap waspada saat di lapangan. Hal utama ialah mengenali karakteristik penyakitnya dan bagaimana menularnya.


"Selama meliput, tentu tidak ingin tertular. Makanya, tindakan pengamanan perlu dilakukan, karena TBC juga bisa menyebar lewat udara," katanya.



Kelindan Masalah TBC


Ketua Yayasan Pejuang Tangguh TB RO Jakarta, Ully Ulwiyah mengatakan banyak masalah terkait TBC yang sebetulnya bisa dimunculkan ke publik. Selama menjadi pendamping TBC, Ully mengatakan bahwa penderita TBC banyak diselimuti ketakutan dan kecemasan untuk berobat selama masa pandemi ini. Selain itu, akses penderita TBC juga makin terbatas.


"Prioritasnya (rumah sakit) untuk penderita COVID-19, sehingga meskipun pasien TBC menjadi seolah berkurang tapi sebenarnya tidak," kata Ully yang juga merupakan penyintas TBC.


Selain itu, berbagai stigma juga masih melekat kepada pasien TBC, sehingga pelabelan ini memengaruhi mental hingga pergaulan sosial penderita TBC yang semakin terbatas.


"Inilah mengapa, selain obat dukungan keluarga dan sekitar itu sangat penting," tegasnya.


Lukman Hakim dari STPI pun mengamini hal itu. Sebagai pegiat di organisasi masyarakat yang banyak bersinggungan dengan pasien TBC dia menambahkan, beban ekonomi juga menjadi masalah bagi penderita TBC yang bisa digali.


Merespons berbagai masalah yang dihadapi penderita TBC, pihaknya kini mengaku terus menggalakkan program untuk bisa membantu pasien. Mulai dari mempermudah jalur informasi dan komunikasi melalui aplikasi online, pendampingan rutin, hingga kolaborasi dengan program pembiayaan pemerintah.


"Memang selama ini, masalahnya belum ada langkah bersama untuk menggerakkan persoalan TBC dalam satu roadmap, tapi sekarang kami terus berupaya untuk menyamakan langkah action plan kita," pungkasnya.


Narahubung:

AJI Jakarta (0819-3500-7007)




48 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page