top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Peran Desa dalam Penanggulangan Tuberkulosis




Pemerintah Indonesia saat ini sudah berkomitmen untuk melakukan upaya penanggulangan TBC dengan menjadikannya sebagai prioritas nasional dengan target Indonesia dapat terbebas dari TBC pada tahun 2030. Presiden Joko Widodo pada 29 Januari 2020 menyatakan bahwa diperlukan dukungan lintas sektor guna mencapai target tersebut. Namun hingga saat ini, desa jarang mendapatkan perhatian dalam diskursus penanggulangan TBC di Indonesia. Berdasarkan data PDDI Kemendesa, Indonesia memiliki 74.954 Desa. Banyaknya jumlah tersebut membuat desa dapat menjadi modal utama dalam percepatan upaya eliminasi TBC. Oleh karena itu, pada tanggal 2 Juli 2020, Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bersama Asosiasi Dinas Kesehatan (ADINKES), bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Desa PDTT berupaya untuk memantik diskusi terkait keterlibatan desa dalam penanggulangan TBC melalui seminar daring yang bertajuk “Peran Desa Dalam Penanggulangan Tuberkulosis”.


Seminar daring dibuka oleh Ketua Umum PP ADINKES yang menyatakan bahwa pembangunan kesadaran masyarakat desa untuk mengenali TBC sangat penting karena masyarakat dapat berpartisipasi dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia. Pernyataan Ketua Umum PP ADINKES tersebut diamini oleh Direktur KGM BAPPENAS yang menyampaikan bahwa pengendalian TB di tingkat Desa dan melibatkan masyarakat desa dapat memperluas cakupan imunisasi, penemuan kasus dan peningkatan keberhasilan pengobatan TBC, peningkatan kesadaran masyarakat, perbaikan data TBC di tingkat desa, serta dukungan sosial ekonomi. Direktur KGM Bappenas juga berkata bahwa peran masyarakat dalam penanggulangan TBC di desa perlu difasilitasi oleh pemerintah desa,


“Pemerintahan desa juga harus fasilitasi dengan dana desa …. hanya saja perlu terdapat guideline untuk mengarahkan APBD desa, kemudian regulasi dan pemberdayaan. Perlu kerjasama multisektor antara masyarakat, bupati/walikota, Kemendagri dan Kemendesa PDTT.”

Melanjutkan paparan Direktur KGM BAPPENAS, menurut Direktur P2 PML Kemenkes, agar upaya penanggulangan TBC di desa dapat dibiayai oleh pemerintah desa diperlukan strategi tersendiri, yaitu,


“…. melakukan sosialisasi eliminasi TBC di Desa pada pemerintah desa, BPD dan masyarakat desa. Penguatan lembaga kemasyarakatan desa yang peduli kesehatan, panduan eliminasi TBC di desa sesuai kewenangan lokal dari Kemenkes RI, memfasilitasi Pemda kabupaten dan desa dan proses perencanaan pembangunan desa seperti RPJMN.”

Direktur P2 PML Kemenkes menjelaskan bahwa eliminasi TBC di desa merupakan kebutuhan dasar yang dapat dilakukan oleh masyarakat dan dapat dilaksanakan secara mandiri maupun bersama dengan organisasi supra desa. Organisasi supra desa perlu melakukan upaya fasilitasi kepada desa untuk meningkatkan kapasitas masyarakat desa, khususnya peningkatan pengetahuan, kesadaran kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan TBC.


Plh. Dirjen Bangda yang menyampaikan bahwa Kementerian Dalam Negeri sudah mendorong Pemerintah Daerah, sebagai organisasi supra desa, untuk mengupayakan penanggulangan TBC sebagaimana tercantum dalam lampiran Permendagri No. 40/2020 tentang Pedoman Penyusunan RKPD tahun 2021 tentang penanggulangan HIV AIDS dan TBC dalam masa pandemi. Ia juga menambahkan bahwa untuk mencapai sinergitas program pembangunan nasional dan daerah, maka penyusunan RKPD tahun 2021 harus didasari oleh arah kebijakan pembangunan bidang kesehatan.


Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kemendesa PDTT menyebutkan bahwa salah satu wujud kolaborasi antara pemerintah desa dan organisasi supra desa terdapat pada penyusunan RPJM Desa yang merupakan titik strategis untuk mensinergikan Renstra dan arah kebijakan desa. Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kemendesa PDTT menjelaskan bahwa,


“Tuberkulosis sudah masuk ke dalam daftar kegiatan prioritas bidang pemberdayaan masyarakat desa sehingga kegiatan pengelolaan pelayanan kesehatan masyarakat harus menyesuaikan dengan kewenangan Desa dan diputuskan dalam musyawarah desa untuk dapat difasilitasi dalam pembiayaan daerah.”

Strategi untuk mencapai tujuan tersebut, lanjut Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kemendesa PDTT, dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan tentang pentingnya pencegahan dan pengendalian penyakit TBC kepada pemerintah desa, BPD, dan masyarakat.


Kolaborasi antara organisasi supra desa dengan pemerintah desa, tergambar dengan jelas dalam kegiatan penanggulangan TBC di desa yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan kab. Ogan Ilir. Kepala Dinas Kesehatan Ogan Ilir menjelaskan bahwa organisasinya, difasilitasi pemerintah desa, melibatkan tokoh masyarakat dalam kegiatan penanggulangan TBC, terutama dalam penemuan kasus baru pelacakan kasus mangkir. Selain itu, Kades dan Kader TB desa juga melapor pada petugas kesehatan apabila ada seseorang yang bergejala TBC, sehingga data cakupan Dinkes Ogan Ilir cukup tinggi capaiannya.


Kolaborasi multisektor sebagaimana dilakukan oleh Dinas Kesehatan Ogan Ilir juga dilakukan di Desa Cibiruwetan. Kepala Desa Cibiru Wetan menjelaskan bahwa pencanangan Desa Cibiru Wetan sebagai Desa Peduli TBC dilakukan melalui pembentukan kader TBC Desa dengan sebutan KAHARTOSS TB (Kader Harapan TOSS TBC) di bawah pendampingan dua orang perwakilan OMS sebagai koordinator TB desa. Kader TBC Desa Cibiru Wetan melakukan edukasi, penemuan kasus, dan memotivasi pasien untuk periksa dan berobat sampai sembuh. Kegiatan penanggulangan TBC di Desa Cibiru Wetan dibiayai oleh APBDesa, dan mendapatkan dukungan dari lembaga kemasyarakatan desa, pembinaan dari puskesmas, pendampingan oleh bidan desa, keswadayaan dan kerelawanan kader, serta reward untuk kader secara rutin selama enam bulan sekali.


Menanggapi paparan para narasumber, drg. Putih Sari (Anggota Komisi IX DPR RI) menjelaskan bahwa Rancangan Peraturan Presiden tentang TBC yang dapat memperkuat kerjasama multisektor belum secara eksplisit mencantumkan peran serta kewenangan desa dalam upaya penanggulangan TBC dapat mendorong terwujudnya ekosistem kesehatan dari tingkat akar rumput. Beliau juga menambahkan bahwa Kemenkes, Kemendagri, dan Kemendesa PDTT perlu berkoordinasi untuk memperkuat pendekatan pemberdayaan masyarakat secara sistematis, melakukan pembinaan pendamping desa, dan menguatkan mobilisasi sumberdaya domestik.


Koordinasi lintas kementerian sebagaimana dijelaskan drg. Putih Sari penting dilakukan karena koordinasi tersebut dapat berpengaruh besar pada proses implementasi pelibatan desa dalam penanggulangan TBC. Wahyu Hidayat (Organisasi Pasien TB Panter – Malang) menjelaskan bahwa meskipun terdapat potensi pemanfaatan dana desa untuk penanggulangan TBC, pengetahuan masyarakat desa tentang TBC masih perlu ditingkatkan karena hingga saat ini banyak desa yang belum peduli terhadap program TBC. Dewi Sudharta (Sector Strengthening Lead, KOMPAK) juga mengatakan bahwa fokus penanggulangan TBC di desa tidak seharusnya hanya pada sektor kesehatan, tetapi juga bagaimana mengalokasikan anggaran untuk mengatasi sumber-sumber kerentanan yang membuat seseorang memiliki berisiko terkena TBC.


Koordinasi lintas kementerian juga diperlukan untuk menyusun kebijakan atau panduan penanggulangan TBC di desa yang jelas dan sistematis. Heny Akhmad (Direktur Eksekutif STPI) menjelaskan bahwa,


“Menjadi ironis bahwa ujung tombak penanggulangan TBC di desa itu bersifat sukarela dan individual, bebannya diberikan di pundak kader TBC di desa. Diperlukan pendekatan berkesinambungan dan kerja kolektif untuk akselerasi penanggulangan TBC dengan membangun selain kapasitas desa juga kelembagaan desa seperti Satgas TB di desa yang dipayungi oleh regulasi di tingkat desa sehingga beban penanganan ini menjadi beban bersama.”

Lebih lanjut, Direktur Eksekutif STPI juga menyebutkan bahwa dibutuhkan pengembangan kesadaran yang masif di desa dengan melibatkan lintas sektor sehingga beban tanggungjawab penanggulangan TBC dapat ditanggung secara lintas kementerian.


Diskusi dalam seminar daring “Peran Desa Dalam Penanggulangan Tuberkulosis” yang diselenggarakan tanggal 2 Juli 2020 ini menghasilkan kesepemahaman bahwa pelibatan desa dalam upaya penanggulangan TBC membutuhkan dukungan multisektor di tingkat daerah dan regulasi atau panduan di tingkat nasional yang secara spesifik ditujukan bagi pemerintah desa. Regulasi yang dimaksud membutuhkan kerja kolaborasi tiga kementerian, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian PDTT.


Berikut notulensi beserta slides materi paparan dari masing-masing pembicara.

Notulensi Video Conference 19 STPI ADINK
Download • 485KB
VC19_Wiendra_Upaya Penanggulangan TBC di
Download • 1.63MB
VC19_PERAN DESA DALAM PENANGGULANGAN TUB
Download • 1.46MB
VC19_MATERI WEBINAR TBC KAB
. OGAN ILIR 2
Download OGAN ILIR 2 • 3.61MB
VC19_DG_BANGDA_KEBIJAKAN MUTAKHIR KEMEND
Download • 1.56MB
VC19_TB Potensi Desa_Bappenas Send 09
.00
Download 00 • 2.07MB
VC19_Hadian Supriatna_PERAN DESA DALAM P
Download • 1.63MB
VC19_Putih Sari_Desa Dalam Ranperpres Pe
Download • 1.14MB

Anda dapat menyaksikan kembali siaran ulang Video Conference pada link berikut


979 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page