top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Indonesia dan World Health Organization Mengorganisir Pertemuan Global Public-Private Mix untuk Tube


Pada 17-19 Juli 2019, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan global bagi kelompok kerja Public-Private Mix (PPM) untuk perawatan dan pencegahan tuberkulosis. Fokus utama dari pertemuan ke-14 di Jakarta adalah menilik perkembangan adopsi peta jalan PPM oleh Negara untuk menutup kesenjangan alam perawatan tuberkulosis dan menjangkau setiap orang yang tidak ternotifikasi, khususnya di Negara dengan beban tinggi seperti Indonesia.

Dalam pertemuan ini, representatif dari berbagai negara diantaranya Myanmar, Thailand, Maladewa, Filipina, Nepal, Kamboja, India, Kenya hadir untuk berbagi pengalaman, ide dan praktik baik dari tiap negara. Berbagai pemangku kepentingan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, WHO, USAID, Stop TB Partnership, Global Fund for AIDS, TB and Malaria, Bill & Melinda Gates Foundation, Family Health International, serta mitra-mitra pembangunan lainnya turut berpartisipasi memberikan arahan dan koordinasi terkait keibijakan, strategi, dan perencanaan untuk implementasi pelibatan seluruh jejaring layanan keshatan.

Konten dari acara PPM kali ini berkaitan dengan pengembangan Cakupan Kesehatan Semesta atau Universal Helath Coverage, pendanaan kesehatan, dan pemanfaatan teknologi digital serta keterlibatan organisasi masyarakat sipil untuk tata kelola dan akuntabilitas program TBC secara global maupun di tingkat nasional.

Prof. Madhukar Pai, Direktur MCGill International TB Center, menyampaikan kualitas dari fasilitas kesehatan swasta perlu mengikuti rekomendasi WHO agar pelayanan diberikan sesuai standar dan setiap kasus TBC dapat ternotifikasi. Oleh karena itu, organisasi sipil seperti Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Tuberkulosis (KOPI TB) berperan penting dalam menjembatani keahlian dan kemampuan antar profesi terkait perawatan dan pencegahan penyakit ini.

Babis Sismanidis dari M & E WHO Global TB Program memberikan apresiasi terhadap komitmen Indonesia dalam melakukan Inventory Study, sebuah praktik baik yang dapat diikuti oleh negara lainnya untuk mengestimasikan sebaran missing cases di berbagai fasilitas kesehatan. Ia juga mengutarakan perlunya harmonisasi database di luar National TB Program seperti database laboratorium dan database asuransi kesehatan nasional untuk membangun master TB database.

Komaryani menyampaikan beberapa tantangan pelayanan TBC dalam konteks reformasi pembiayaan kesehatan Indonesia. Meskipun cakupan Jaminan Kesehatan Nasional mencapai lebih dari 80% dari total penduduk, pembiayaan program TBC masih menjadi tantangan karena tingginya rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama ke fasilitas tingkat kedua dan ketiga. Di saat yang sama, masih banyak kasus TBC yang tidak terdiagnosis secara mikroskopis dan resistensi anti-mikroba semakin meningkat.

Pelibatan organisasi masyarakat sipil merupakan suatu kesempatan untuk memperluas skala strategi PPM untuk mengatasi tantangan di atas. Guy Stallworthy membagikan pembelajaran dari pelibatan fasilitas kesehatan swasta di Bangladesh, India, Nepal dan Pakistan. Pertama, organisasi masyarakat sipil dapat memantau performa fasilitas kesehatan swasta. Kedua, pengumpulan data dari sektor swasta membutuhkan pihak ketiga untuk mengumpulkan data dan ketersediaan tenaga ini dapat mejadi insentif dari sudut pandang fasilitas kesehatan. Ketiga, organisasi masyarakat sipil dapat membantu proses rujukan kembali ke klinik swasta atau puskesmas dari Rumah Sakit. Keempat, organisasi masyarakat sipil dapat dikontrak untuk melakukan fungsi kesehatan masyarakat bagi individu yang terdampak TBC dimanapun mereka mengakses layanan.

Panel bersama aktivis dan pemuda yang bergiat di TBC, yang dimoderatori oleh Blessina Kumar, Direktur Global Coalition of TB Activists, bersama Diah S. Saminarsih, Penasihat Gender dan Kepemudaan untuk Direktur Jenderal WHO, juga menerangkan peran organisasi masyarakat sipil sebagai watch dog dalam PPM. Berbagai narasumber menekankan bahwa orang yang terdampak TBC bukan sebatas kasus tetapi seorang pribadi. Pasien TBC ingin mengakses fasilitas kesehatan berkualitas dan mengalami kerugian dalam mengakses sistem kesehatan kompleks. Misalnya, pasien harus mengeluarkan biaya transportasi dan menguras energi antar beberapa layanan sebelum mendapatkan diagnosis yang akurat.

Secara keseluruhan, pertemuan ini menjadi ruang untuk memberikan timbal balik terhadap adopsi dan perkembangan strategi PPM secara global dan nasional. Diskusi yang berlangsung selama 3 hari tersebut turut memunculkan ide-ide baru seperti wacana Citizens TB Report untuk mendampingi Global TB Report serta perlunya indikator cakupan pengobatan TBC yang efektif sebagai salah satu indikator Universal Health Coverage. Kementerian Kesehatan juga memfasilitasi kunjungan lapangan bagi tamu internasional ke RS Persahabatan, RS Islam Cempaka Putih, Puskesmas Setiabudi, Puskesmas Kramat Jati, dan Klinik PPTI.


113 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page