top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

3 Karya Terbaik Menang Lomba Karya Jurnalistik “Eliminasi Tuberkulosis di Indonesia”


AJI Jakarta yang didukung Stop TB Partnership Indonesia berhasil mengumpulkan 57 karya yang masuk dalam Lomba Karya Jurnalistik bertema “Eliminasi Tuberkulosis di Indonesia”. Setelah itu, penilaian didasarkan atas 3 kriteria; kualitas konten, orisinalitas, dan teknis penulisan. Adapun penjurian dilakukan terhadap karya yang telah terbit pada perode Januari hingga April 2019.

Pada lomba kali ini, para peserta menghadirkan sejumlah ide terkait permasalahan TBC di Indonesia, termasuk informasi terbaru, hingga kisah dan problematika para penyintas TBC. Semua itu sebagai bagian dari upaya pengendalian TBC di Indonesia melalui penyajian produk berita yang berkualitas.

Setelah berdiskusi dan menilai berdasarkan sejumlah indikator, termasuk mengaitkannya dengan kesesuaian tema, tim juri yang terdiri dari 3 orang, yakni Irvan Imansyah (Produser Berita CNN Indonesia TV), Sunudyantoro (Redaktur Tempo) dan dr. Wiendra Waworuntu (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan), akhirnya memutuskan 3 pemenang.

Pemenang pertama adalah Lintang Dwi Pudyastuti dari Kompas TV dengan liputan “Sanatorium Pertama untuk Wabah Putih – SINGKAP”, lalu Nur Alfiyah dari Tempo dengan judul “Sangkut Paut Diabetes dan Tuberkulosis” sebagai pemenang kedua, dan juara ketiga diraih jurnalis Kompas, Zulkarnaini dengan judul “Bersama Melawan, Tuberkulosis Bukan Kutukan”.

Masing-masing pemenang berhak atas hadiah uang tunai; Rp10.000.000 untuk juara pertama, juara kedua Rp.7.500.000 dan juara ketiga Rp5.000.000. Selanjutnya, para pemenang akan dihubungi dan informasinya juga bisa disimak di media sosial milik AJI Jakarta.

Dari 57 karya yang dikumpulkan, diketahui peserta tidak hanya didominasi oleh jurnalis asal Jakarta, namun juga dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Antusiasme yang tinggi, menjadi catatan tersendiri bagi para juri.

“Pada kesempatan ini, kita memberi ruang yang sama bagi semua peserta. Jika karyanya berkualitas, maka ia berhak menjadi juara. Termasuk, saat kita memilih karya jurnalis asal Aceh sebagai salah satu pemenang. Kita menganggap karyanya cukup berbobot,” ungkap Wiendra Waworuntu merujuk pada karya Zulkarnaini, jurnalis Kompas yang bertugas di Aceh.

Penjurian juga dilakukan secara kumulatif, tanpa membeda-bedakan jenis media para peserta. Hal ini sedikit berbeda dengan lomba pada umumnya, yang penjurian kerap dikelompokkan pada beberapa kategori. “Pada lomba ini, kita hanya memilih 3 karya terbaik. Tak harus terjebak pada dikotomi jenis media. Semua karya kita pilih berdasarkan 3 indikator yang telah disepakati,” ujar Sunudyantoro saat membuka kegiatan penjurian.

Juri melakukan seleksi yang ketat terhadap 57 karya yang masuk. Dari sejumlah itu, panitia berharap karya-karya yang dilombakan merupakan yang terbaik. Sayangnya, juri menilai, banyak karya belum menunjukkan kedalaman, dan masih terjebak sebagai informasi permukaan.

“Kebanyakan bersifat spotlight dan kurang menggali ide peliputan lebih dalam. Bahkan ada beberapa karya yang mirip-mirip. Biarpun demikian, kami sangat menghargai setiap karya yang masuk, sekalipun kualitasnya tidak merata,” ujar Irvan saat penjurian.

Sebelumnya, lomba karya jurnalistik bertema “Eliminasi Tuberkulosis di Indonesia”, didahului dengan rangkaian workshop dan fellowship dengan tema serupa. Untuk workshop diikuti 25 jurnalis dari beragam daerah. Sementara khusus fellowship, sebanyak 7 jurnalis terpilih yang karyanya secara otomatis diikutkan dalam lomba karya jurnalistik.

“Jika dilihat dari 57 karya yang dilombakan, ini merupakan momentum yang pas untuk mengingatkan semua pihak, bahwa tuberkulosis masih mengancam Indonesia. Kesadaran untuk peduli terhadap penyebaran TBC harus terus disuarakan oleh media,” ungkap Thea Hutanamon, Communication Officer STPI yang turut hadir saat penjurian.

Hal itu menjadi penting, karena data WHO menunjukkan, sedikitnya terdapat 842.000 kasus TBC setiap tahunnya. Dan, Indonesia menjadi negara ketiga dengan beban TB tertinggi di dunia. Sementara penderita yang meninggal dunia setiap harinya karena TBC telah mencapai 300 orang.

Selama ini, kasus TBC kurang menjadi perhatian media. Padahal dampak kerugian ekonomi dan wabahnya membunuh secara diam-diam.

“Karena itulah, melalui lomba seperti ini, saya mengharapkan para jurnalis di daerah semakin termemotivasi untuk terus memberitakan TBC”, pungkas Wiendra sebelum menutup kegiatan penjurian.

AJI Jakarta selaku panitia, berterimakasih kepada setiap partisipan, karena melalui karyanya, menjadikan masyarakat lebih sadar dan peduli untuk melakukan tindakan antisipasi, sehingga penyebaran bakteri tuberkulosis tidak semakin meluas.

“Setiap peserta telah melakukan upaya besar dalam mengedukasi publik tentang bahaya TBC, lewat karya jurnalistik yang mereka hasilkan,” ujar Asnil Bambani, Ketua AJI Jakarta.

Selanjutnya, AJI Jakarta mengucapkan selamat kepada para pemenang. Sementara bagi yang belum beruntung, diharapkan kepeduliannya untuk terus menyuarakan tentang pentingnya eliminasi tuberkulosis di Indonesia. Karena dengan peran media, semua upaya yang telah dilakukan menjadi tidak sia-sia.

Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan. Terima kasih.

Jakarta, 12 Mei 2019

Asnil Bambani Ketua AJI Jakarta

Cp. Jekson Simanjuntak (081219845993) Thea Hutanamon, Communication Officer STPI (081298086223)

*Atau Informasi lebih lanjut dapat menghubungi sekretariat AJI Jakarta melalui email sekretariat@ajijakarta.org dan nomor telepon 021-7984105/ 081310205354 atau Nanda 081311529027.


39 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page