top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2020: “Cegah Anak dan Remaja Indonesia dari Bujukan Rokok”



Setiap tanggal 31 Mei diperingati sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia, untuk meningkatkan kesadaran di masyarakat akan bahaya rokok bagi kesehatan yang bahkan juga dapat berdampak pada keadaan ekonomi manusia. Tahun ini, kita diajak untuk menyuarakan kepada dunia bahwa anak muda bukanlah target dari industri rokok dengan tema “Cegah Anak dan Remaja Indonesia dari BUJUKAN Rokok”. Sebab saat ini anak-anak dan remaja merupakan sasaran agar mulai merokok dan menjadi perokok aktif sejak usia muda untuk menggantikan generasi perokok yang kini sudah menua dan tinggal menjemput ajalnya dari penyakit-penyakit akibat rokok seperti penyakit jantung, kanker dan lain sebagainya.


Saat ini Indonesia menduduki peringkat pertama jumlah perokok terbesar di dunia yaitu mencapai 76.2% penduduk perokok (World Health Organization, 2019). Dilain sisi Indonesia dan dunia sedang menghadapi beban penyakit menular yang berdampak pada kesehatan masyarakat, yaitu pandemi COVID-19 dan Tuberkulosis (TBC) yang dapat diperburuk dengan merokok. Pada Maret 2020 lalu, Dr. N. Paranietharan, WHO Representative to Indonesia menyampaikan bahwa perokok berisiko tinggi untuk penyakit jantung dan penyakit pernapasan yang merupakan faktor risiko tinggi pula untuk memperburuk progresi penyakit COVID-19 dan Tuberkulosis. Karena kebiasaan merokok membuat fungsi paru menjadi menurun dan melemahkan sistem imun dalam paru-paru sehingga akan lebih mudah terkena penyakit paru-paru. Jadi sebisa mungkin aktivitas yang dapat mengurangi kekuatan tubuh dan paru-paru untuk melawan virus atau bakteri itu sebaiknya ditiadakan.


“Kita ingin masyarakat lihat bahwa ini sedang ada virus yang jelas merusak paru-paru dan kita butuh paru-paru kita tetap sehat untuk bisa melawan virus itu.”

- Lara Rizka, Koordinator Program Pengendalian Tembakau CISDI


Rokok dan Iklannya


Hal ini didukung dengan harga rokok yang dijual di Indonesia tergolong terjangkau dibandingkan harga rokok di negara lain, sehingga membuat rokok di Indonesia dapat dikonsumsi oleh setiap kalangan termasuk anak-anak. Begitupula iklan-iklan dan promosi rokok dengan mudahnya dijangkau oleh mata kita baik di televisi, warung, pinggir jalan, bahkan di internet yang diakses oleh masyarakat di segala usia kapanpun dan dimanapun. Selain melalui iklan, industri rokok juga menyelipkan promosi eksistensinya yang menyasar pada anak muda dengan memberikan beasiswa pendidikan, sponsor konser musik, hingga acara olahraga.


Sejalan dengan pendapat Lara Rizka, selaku Koordinator Program Pengendalian Tembakau Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) saat sesi bincang TALKS yang tayang di kanal Podcast Stop TB Partnership Indonesia, bahwa tiga hal yang paling penting untuk mengatasi dan mengendalikan tembakau dan rokok adalah dengan menaikkan cukai rokok, melakukan pembatasan penjualan rokok dan menghapus iklan, promosi dan sponsorship rokok di medium manapun. Beliau yakin, apabila ketiga hal tersebut dengan sungguh-sungguh diterapkan dan dilakukan di Indonesia akan sangat berdampak karena perlahan perokok mulai menyadari bahwa dengan harga rokok yang semakin mahal dan sulitnya menemukan penjual rokok membuat mereka semakin mengurangi konsumsi sehingga akhirnya berhenti untuk merokok lagi. Iklan, promosi dan sponsorship rokok pun juga dihentikan karena dengan alpanya iklan tersebut maka tidak ada lagi anak muda yang penasaran ingin tahu seperti apa rokok, diimbangi dengan masifnya penyebaran edukasi agar masyarakat terutama anak muda menjauhi rokok.


Sebenarnya, iklan rokok tidak secara langsung mempengaruhi perilaku masyarakat khususnya anak muda untuk merokok. Karena pun iklan rokok tidak memberikan visual atau suatu ajakan secara eksplisit untuk mengonsumsi rokok bahkan tidak sama sekali gambar rokok dimunculkan. Faktor penyebab seseorang ingin merokok adalah dari perilaku mereka, keingintahuan, pengaruh teman sebaya, pengaruh keluarga, dan perlunya afirmasi dari masyarakat. Bahkan terdapat salah satu alasan dari seorang perokok saat ditanya mengapa ia merokok adalah karena rokok sudah bagaikan pengikat hubungan pertemanan.


Kebanyakan iklan rokok justru terlihat sangat mewah, keren dan penuh petualangan. Hal inilah yang menjaga image industri rokok dibalik topengnya, hasil dari meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan tidak mensejahterakan buruh rokok dan petani tembakau yang dampaknya dapat berpengaruh pada menurunnya kondisi kesehatan masyarakat Indonesia, semakin defisit Jaminan Kesehatan Nasional karena membiayai penyakit akibat rokok, hingga memiskinkan rakyat miskin yang telah mengalami ketergantungan rokok. Kemiskinan dan masalah kesehatan masyarakat menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan. Karena miskin, dapat menyebabkan orang menjadi kurang gizi, tinggal di tempat yang tidak sehat dan tidak dapat memelihara kesehatannya dengan baik. Akibatnya, mereka akan jatuh sakit dan dalam menyelesaikan pengobatan mereka akan terpaksa berhenti bekerja sehingga otomatis pendapatan mereka semakin berkurang. Hal ini juga merupakan alasan gagalnya pengobatan TBC meskipun pengobatannya gratis. Karena, pasien yang miskin sulit menjangkau fasilitas kesehatan, akan dirumahkan karena sakit sehingga tidak ada pemasukan, bahkan orang yang sebelumnya kaya dapat menjadi miskin apabila tidak memiliki investasi pada kesehatannya (Aditama, TY. 2005).



Rokok dan Anak Muda


Lara berharap, dengan momentum Hari Tanpa Tembakau sedunia ini dapat menjadi momentum yang tepat untuk refleksi diri, untuk bersyukur terutama bagi yang masih memiliki paru-paru sehat salah satunya dengan cara tidak merusak diri sendiri salah satunya karena merokok. Ia juga mengajak anak muda untuk ikut berperan, bersuara di medium apapun, menyuarakan agar rokok tidak dibuat seaksesibel itu dan menolak untuk dijadikan target industri rokok. Anak muda juga bisa memulai dengan hal simpel seperti mengajak orang terdekatnya untuk melakukan hal lain yang lebih berguna dibandingkan menghabiskan waktu dan uang untuk merokok.


Selain berfokus pada advokasi kebijakan, CISDI juga memiliki program khusus yaitu Sebelah Mata yang berfokus pada kampanye peningkatan awareness di media sosial yang menyasar anak muda. Nama “Sebelah Mata” diambil karena CISDI merasa pengendalian tembakau itu bukan suatu hal yang keren terutama untuk anak-anak muda. Karena selama ini konsumsi rokok dan tembakau dianggap hal yang normal dan biasa. Ketika ada orang yang mau mengontrol atau mengurangi konsumsi rokok akan dilihat dengan sebelah mata.


Simak sesi lengkap obrolan Tim Stop TB Partnership Indonesia dengan Lara Rizka di Podcast Tanya Apaaja Spesial Hari Tanpa Tembakau Sedunia di link berikut.



234 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page