top of page
Single Post: Blog_Single_Post_Widget

Giat Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama Menghadapi TBC dan DM bersama Masyarakat Indonesia

Pada 18 April setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Diabetes Nasional untuk mengingatkan masyarakat untuk menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit Diabetes. Banyak masyarakat yang belum mengetahui bahwa DM dan TBC sebetulnya sangat berkaitan. DM adalah penyakit kronis yang terjadi karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya (Pusdatin Kementerian Kesehatan RI, 2018). Orang dengan Diabetes Mellitus (DM) memiliki risiko dua sampai tiga kali lipat untuk sakit TBC karena penurunan imunitas, berupa gangguan respon selular pertahanan tubuh, terhadap bakteri TBC (The Union, 2018).


Ancaman DM meningkat di Indonesia yang merupakan negara ketiga dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis (TBC) tertinggi ketiga di dunia setelah India dan Tiongkok (WHO, 2019). Diketahui bahwa Indonesia juga menduduki peringkat ke-6 di dunia untuk negara dengan prevalensi diabetes (International Diabetes Federation, 2017). Dari 2007 ke 2017, penyakit diabetes meningkat dari peringkat ke-6 ke peringkat 3 untuk penyebab mortalitas tertinggi di Indonesia (IHME, 2019).


Organisasi-organisasi kesehatan di Indonesia yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat turut menaruh perhatian terhadap meningkatnya masalah DM di Indonesia. Selain berfokus pada berbagai persoalan keagamaan, Nahdlatul Ulama (NU) juga fokus pada kesehatan masyarakat melalui Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU). Dr. Esty Febriani, TB Technical Advisor LKNU, Dewan Penasihat Stop TB Partnership Indonesia dan anggota Civil Society Task Force World Health Organization, menyampaikan bahwa LKNU bekerjasama dengan World Diabetes Foundation untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terkait bahaya DM di 5 kabupaten/kota yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Depok, Jombang, Jawa Timur dan Blitar.


Prinsipnya seperti Posbindu (Pos Binaan Terpadu) yang memberdayakan masyarakat, memberikan edukasi, dan melakukan skrining rutin pada masyarakat dengan melatih kader melakukan pemeriksaan gula untuk deteksi dini. Ketika ditemukan indikator kadar gula seseorang diatas 200 ml/dl, orang tersebut berisiko untuk DM dan perlu dirujuk ke layanan kesehatan pemeriksaan lebih lanjut. Orang-orang yang berisiko perlu diobservasi oleh petugas kesehatan selama 3 bulan dengan pemeriksaan secara rutin gula darah sewaktu dan gula darah puasa, edukasi, serta pengaturan pola makan.


Pada masa observasi, kader tetap melakukan pembinaan pada anggota masyarakat yang berisiko DM karena kuncinya adalah menjaga pola makan, aktivitas fisik dan mewaspadai risiko penyakit penyerta lainnya. Selain itu, LKNU bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran komunitas juga menyelenggarakan pelatihan dan memperkuat kapasitas tenaga kesehatan di 10 fasilitas kesehatan (faskes) swasta yang berafiliasi dengan NU di 5 kabupaten/kota dan juga 4 Puskesmas.



Pelatihan Kader dan Tenaga Kesehatan


Selain melakukan program DM, LKNU juga memiliki kegiatan yang berfokus pada TBC bekerjasama dengan Global Fund AIDS, TB, dan Malaria untuk skrining kasus TBC dan pelatihan kader bekerjasama dengan wilayah binaan. “Pasien TBC harus lebih memperhatikan bahwa dirinya juga berisiko untuk terkena DM ataupun sebaliknya kalau pasien DM juga harus memperhatikan bahwa dirinya berisiko terkena TBC”, ujar Dr. Esty.


Pada saat pemeriksaan penemuan kasus pasien TBC, juga ditelusuri dengan pertanyaan household survey apakah anggota keluarga dan pasien memiliki penyakit DM. Dari hasil survei tersebut terlihat bahwa pasien TBC memiliki penyakit DM atau tidak, karena DM adalah salah satu faktor risiko TBC selain usia lanjut dan HIV. Orang dengan TBC perlu diskrining apakah memiliki gejala resiko DM atau tidak, begitupun sebaliknya ketika pasien DM perlu dipantau secara rutin apakah timbul gejala TBC atau tidak, hal ini disebut dengan dual screening. Kemudian apabila memiliki gejala salah satu penyakit, pasien harus dirujuk ke poli yang bersangkutan. Mekanisme ini yang sedang diperkuat oleh Indonesia dan tertuang dalam Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis 2020-2024.


Dari hasil studi kuantitatif capaian program LKNU, <30% orang yang teridentifikasi beresiko PTM dan dirujuk yang rutin memeriksakan diri ke fasyankes dibandingkan dengan orang terduga penyakit menular langsung (PML) dimana 40-80% pasien yang dirujuk melanjutkan perawatan. Sesuai dengan Health Belief Model, seseorang akan merasa sehat-sehat saja dan merasa penyakitnya tidak serius padahal sudah memiliki gejala meskipun tidak langsung nampak (contoh: batuk/pilek, demam, dsb), berbeda dengan gejala penyakit menular yang langsung dapat diamati sehingga health seeking behavior-nya pun lebih baik.


Dalam wawancara via telfon dengan STPI, Dr. Esty menyampaikan, “Tingkat keberhasilan kami dilihat dari ketika orang yang berisiko setelah diskrining melakukan pemeriksaan di fasilitas kesehatan. Apabila angka tersebut masih rendah, maka itu bukan salah satu keberhasilan besar dan apa yang kita lakukan itu belum optimal.” Pemerintah perlu mengoptimalkan kolaborasi dengan para anggota masyarakat seperti kader, baik untuk PTM maupun PML secara berkesinambungan. Partisipasi masyarakat perlu dikembangkan karena memerangi penyakit seperti TBC dan DM berlandaskan membangun kesadaran dan perilaku hidup sehat warga.


Oleh karena itu, komitmen pemangku kebijakan di kabupaten/kota juga diperlukan agar sesama anggota masyarakat dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat mereka. Dari pengalaman LKNU, kegiatan kader desa-desa untuk TBC dan DM di Jombang dan Blitar dapat berjalan dengan dukungan Alokasi Dana Desa. Selain itu, kontribusi masyarakat dapat didukung dengan kerja sama langsung bersama Dinas Kesehatan, seperti pengalaman LKNU di Kota Depok.



Skrining Masyarakat oleh Kader LKNU


Pendekatan upaya kesehatan masyarakat tentunya hanya dapat terbangun jika ada inisiatif yang kuat dari para anggota masyarakat itu sendiri. “Kader binaan LKNU mengembangkan kegiatan sesuai dengan situasi dan kondisi dari wilayahnya. Ada yang mengumpulkan uang transport yang diberikan untuk membiayai aktivitas kelompok kadernya ataupun memberikan dukungan ke pasien TBC-DM”, kata Dr. Esty.


Intervensi dan inovasi kesehatan masyarakat juga sebaiknya didesain sesuai kondisi di masyarakat. “DM ini merupakan entry point dari banyak penyakit, termasuk TBC. Penyakit-penyakit yang menjadi masalah di masyarakat sangat berkaitan dengan perilaku. Kita perlu melakukan survei perilaku untuk mengetahui solusi-solusi yang sesuai dengan kondisi di masyarakat”, imbuhnya.


Dr. Esty berpesan bahwa masyarakat dapat mencegah TBC dan DM dengan CERDIK. “Masyarakat perlu menerapkan CERDIK, Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup dan Kelola stress… Hal-hal tersebut sudah mencakup seluruh perilaku untuk mencegah dan melawan DM dan TBC di Indonesia”, tutupnya.

Untuk informasi lebih lanjut kunjungi https://lkpbnu.org/

121 tampilan0 komentar

Artikel Lainnya

Artikel Terbaru

bottom of page